Jalur Gaza Wilayah Palestina yang Bertahan
Jalur Gaza (Gaza Strip) merupakan wilayah Palestina seluas 365 km² di pantai timur laut Mediterania selain Tepi Barat (West Bank) di wilayah timur Palestina, dimana Kota Al-Quds atau Yerussalem berada, yang di dalamnya terdapat Masjidil Aqsha. Antara Tepi Barat dan Jalur Gaza dipisah oleh sebuah area yang menjadi wilayah pendudukan Zionis Israel yang terletak di tengah-tengah memisahkan keduanya. Orang-orang di Jalur Gaza sulit untuk ke Tepi Barat, maupun sebaliknya. Selain harus memasuki wilayah Zionis Israel terlebih dahulu, perbatasan antara Jalur Gaza dan negara penjajah tersebut yang hanya melalui satu pintu akses yaitu di Erez diblokade sejak tahun 2007 (meski sudah dibuka kembali tahun 2016, namun kontrol yang ketat dari pemerintah penjajah Zionis Israel membuat tak sembarang orang bisa melewatinya). Jalur Gaza bak penjara yang dikontrol penuh perbatasannya oleh Tel Aviv, rumah bagi ± 2 juta jiwa yang terdiri dari penduduk asli Jalur Gaza dan para pengungsi dari wilayah lain Palestina yang diusir Zionis Israel tahun 1948. Selain Erez, Jalur Gaza juga mempunya pintu perbatasan Rafah yang menghubungkannya dengan Mesir dan pintu perbatasan Kerem Shalom, perbatasan Jalur Gaza, Zionis Israel, dan Mesir. Namun, kedua perbatasan tersebut tetap dikontrol penuh oleh pemerintah Zionis Israel, bahkan Mesir pun tak punya kuasa untuk membuka pintu perbatasannya tanpa izin negara Zionis tersebut.
Jalur Gaza, satu-satunya wilayah Palestina yang masih bergejolak, masih berdenyut nadi perjuangan penduduknya mempertahankan wilayahnya dari pendudukan Zionis Israel. Sejak kemenangan HAMAS (Harakat al-Muqawwamatul Islamiyyah) menguasai wilayah Jalur Gaza tahun 2007 silam, sebuah partai politik fundamentalis Islam yang didirikan oleh Syekh Ahmad Yassin pada 1987 yang memiliki afiliasi dengan Ikhwanul Muslimin di Mesir, wilayah Jalur Gaza diblokade penuh Zionis Israel. Sejak terjadi blokade dan massive-nya intimidasi dan serangan penjajah Zionis, Jalur Gaza mengalami krisis yang parah, mulai dari keterpurukan ekonomi dan hancurnya infrastruktur, masalah sandang, pangan, dan papan, juga ketersediaan listrik dan air bersih. Jika Jalur Gaza masih dalam kondisi yang sama seperti ini terus menerus, menurut laporan UNCTAD, bagian dari badan PBB, maka tahun 2020 Jalur Gaza menjadi tidak layak huni. Sungguh suatu keadaan yang sangat memprihatinkan. Lalu mengapa Jalur Gaza tetap bertahan? Bukankah lebih mudah jika mereka menyerah saja, tunduk pada penjajah Zionis Israel (meski tidak tunduk sepenuhnya), seperti penduduk di Tepi Barat ?
Penduduk Gaza adalah pejuang, mengalir dalam darah mereka darah para nabi dan darah para pejuang bangsa Filistin. Mereka berjuang untuk kehormatan Umat Islam, tak semata berjuang untuk kemerdekaan diri mereka atas pendudukan Zionis Israel. Selain itu, antara orang-orang Gaza dan orang-orang Israel sudah sejak lama, ribuan tahun lalu, mereka sudah saling menumpahkan darah, jatuh dan bangun dalam peperangan perebutan dan mempertahankan wilayah. Bukan hal baru jika sekarang diantara mereka saling bertempur, saling melemparkan roket, dan baku tembak. Orang-orang Gaza baik anak kecil maupun tua tak mengenal rasa takut jika berhadapan dengan tentara Zionis Israel, meski peluru-peluru dari senjata canggih mereka hanya bisa dibalas kerikil-kerikil batu. Mereka semua pejuang, tak akan pernah hengkang dari tanahnya, tak membiarkan kaki-kaki Zionis menapak di Gaza tanpa perlawanan. Apalagi, menyerahkan tanah wakaf umat Islam pada tangan-tangan kotor bangsa pembunuh para nabi. Pada pundak mereka terletak tanggung jawab besar mempertahankan sejengkal tanah Palestina yang tersisa dan merebut kembali Al-Aqsha, merebut Al-Quds (Yerusalem) yang merupakan jantung Palestina. Hal lain mengapa mereka harus tetap bertahan untuk terus berjuang terutama “bersuara” dalam berbagai aksi salah satunya adalah aksi damai “Great March of Return” yang dilakukan 30 Maret setiap tahunnya adalah agar isu Palestina tetap bergema dan tidak senyap begitu saja di telan isu-isu dunia lainnya, agar Umat Islam di berbagai belahan dunia tidak melupakan Palestina.
Menurut Muhammad Husein, seorang aktivis Indonesia untuk Palestina di Jalur Gaza, seluruh konflik dunia dewasa ini terlebih yang terkait dengan Umat Islam di berbagai belahan dunia merupakan sebuah dampak perpanjangan dari tangan-tangan Zionis Israel yang menguasai Al-Quds. Dalam sebuah perumpamaan yang dikutipnya, dunia ibarat seekor burung dimana belahan wilayah barat dan timurnya adalah sayap burung, dan Al-Quds adalah jantung burung tersebut. Barang siapa yang menguasai jantungnya, maka ia akan menguasai kedua sayapnya. Dalam bahasa yang sederhana, siapa yang menguasai Palestina, ia menguasai dunia. Bila Palestina terus bergejolak, Dunia Islam khususnya tak akan pernah sepi dari konflik-konflik. Maka Palestina adalah sebuah shortcut, jalan pintas untuk menstabilkan dan menguasai dunia. Palestina damai, dunia akan damai. Menguasai Palestina, menguasai dunia. Terdengar omong kosong, namun hal ini bisa menjadi benar mengingat wilayah Palestina adalah sebuah wilayah strategis yang dihuni oleh tiga kepentingan besar: Islam, Kristen, Yahudi, dan pertemuan dua pusaran peradaban: Barat dan Timur. Wilayah yang sejak dahulu kala selalu diperebutkan oleh bangsa-bangsa.
Sudah 11 tahun, Jalur Gaza diblokade Zionis Israel. Roda kehidupan warga Jalur Gaza amat terbatas dan bergantung pada bantuan kemanusiaan dari LSM-LSM dan negara-negara donor luar. Indonesia masih terdepan dalam hal komitmen memberikan bantuan dan upaya untuk mengatasi krisis di Jalur Gaza. Sejatinya warga Gaza membutuhkan bantuan berupa moril dan materil. Jangan biarkan mereka merasa sendirian dalam perjuangan mereka, jika badan kita tidak sampai kepada mereka untuk membantu secara langsung, buatlah harta dan doa-doa kita sampai kepada mereka, karena itulah yang mereka perlukan. Banyak ladang-ladang amal untuk kita tanam di Jalur Gaza dan akan menjadi saksi kelak di Hari Akhir bahwa kita turut dalam perjuangan mereka untuk membebaskan Al-Aqsha, membebaskan Al-Quds, membebaskan Palestina, tanah suci negerinya para nabi.
Semoga Al-Quds dan Palestina bisa segera terbebas dari Zionis Israel, sehingga impian warga Jalur Gaza untuk memasuki Masjid Al-Aqsha dalam keadaan terbebas dan shalat di dalamnya bisa terwujud. Aamiin.
Informasi tentang perkembangan Palestina khususnya Jalur Gaza bisa diakses salah satunya lewat @gazamedianet dan @muhammadhusein_gaza.
Photo by Ahmed Abu Hameeda on Unsplash |
Jalur Gaza, satu-satunya wilayah Palestina yang masih bergejolak, masih berdenyut nadi perjuangan penduduknya mempertahankan wilayahnya dari pendudukan Zionis Israel. Sejak kemenangan HAMAS (Harakat al-Muqawwamatul Islamiyyah) menguasai wilayah Jalur Gaza tahun 2007 silam, sebuah partai politik fundamentalis Islam yang didirikan oleh Syekh Ahmad Yassin pada 1987 yang memiliki afiliasi dengan Ikhwanul Muslimin di Mesir, wilayah Jalur Gaza diblokade penuh Zionis Israel. Sejak terjadi blokade dan massive-nya intimidasi dan serangan penjajah Zionis, Jalur Gaza mengalami krisis yang parah, mulai dari keterpurukan ekonomi dan hancurnya infrastruktur, masalah sandang, pangan, dan papan, juga ketersediaan listrik dan air bersih. Jika Jalur Gaza masih dalam kondisi yang sama seperti ini terus menerus, menurut laporan UNCTAD, bagian dari badan PBB, maka tahun 2020 Jalur Gaza menjadi tidak layak huni. Sungguh suatu keadaan yang sangat memprihatinkan. Lalu mengapa Jalur Gaza tetap bertahan? Bukankah lebih mudah jika mereka menyerah saja, tunduk pada penjajah Zionis Israel (meski tidak tunduk sepenuhnya), seperti penduduk di Tepi Barat ?
Darah Para Pejuang
Penduduk Gaza adalah pejuang, mengalir dalam darah mereka darah para nabi dan darah para pejuang bangsa Filistin. Mereka berjuang untuk kehormatan Umat Islam, tak semata berjuang untuk kemerdekaan diri mereka atas pendudukan Zionis Israel. Selain itu, antara orang-orang Gaza dan orang-orang Israel sudah sejak lama, ribuan tahun lalu, mereka sudah saling menumpahkan darah, jatuh dan bangun dalam peperangan perebutan dan mempertahankan wilayah. Bukan hal baru jika sekarang diantara mereka saling bertempur, saling melemparkan roket, dan baku tembak. Orang-orang Gaza baik anak kecil maupun tua tak mengenal rasa takut jika berhadapan dengan tentara Zionis Israel, meski peluru-peluru dari senjata canggih mereka hanya bisa dibalas kerikil-kerikil batu. Mereka semua pejuang, tak akan pernah hengkang dari tanahnya, tak membiarkan kaki-kaki Zionis menapak di Gaza tanpa perlawanan. Apalagi, menyerahkan tanah wakaf umat Islam pada tangan-tangan kotor bangsa pembunuh para nabi. Pada pundak mereka terletak tanggung jawab besar mempertahankan sejengkal tanah Palestina yang tersisa dan merebut kembali Al-Aqsha, merebut Al-Quds (Yerusalem) yang merupakan jantung Palestina. Hal lain mengapa mereka harus tetap bertahan untuk terus berjuang terutama “bersuara” dalam berbagai aksi salah satunya adalah aksi damai “Great March of Return” yang dilakukan 30 Maret setiap tahunnya adalah agar isu Palestina tetap bergema dan tidak senyap begitu saja di telan isu-isu dunia lainnya, agar Umat Islam di berbagai belahan dunia tidak melupakan Palestina.
Palestina dan Dunia Islam
Menurut Muhammad Husein, seorang aktivis Indonesia untuk Palestina di Jalur Gaza, seluruh konflik dunia dewasa ini terlebih yang terkait dengan Umat Islam di berbagai belahan dunia merupakan sebuah dampak perpanjangan dari tangan-tangan Zionis Israel yang menguasai Al-Quds. Dalam sebuah perumpamaan yang dikutipnya, dunia ibarat seekor burung dimana belahan wilayah barat dan timurnya adalah sayap burung, dan Al-Quds adalah jantung burung tersebut. Barang siapa yang menguasai jantungnya, maka ia akan menguasai kedua sayapnya. Dalam bahasa yang sederhana, siapa yang menguasai Palestina, ia menguasai dunia. Bila Palestina terus bergejolak, Dunia Islam khususnya tak akan pernah sepi dari konflik-konflik. Maka Palestina adalah sebuah shortcut, jalan pintas untuk menstabilkan dan menguasai dunia. Palestina damai, dunia akan damai. Menguasai Palestina, menguasai dunia. Terdengar omong kosong, namun hal ini bisa menjadi benar mengingat wilayah Palestina adalah sebuah wilayah strategis yang dihuni oleh tiga kepentingan besar: Islam, Kristen, Yahudi, dan pertemuan dua pusaran peradaban: Barat dan Timur. Wilayah yang sejak dahulu kala selalu diperebutkan oleh bangsa-bangsa.
Jalur Gaza Kini
Sudah 11 tahun, Jalur Gaza diblokade Zionis Israel. Roda kehidupan warga Jalur Gaza amat terbatas dan bergantung pada bantuan kemanusiaan dari LSM-LSM dan negara-negara donor luar. Indonesia masih terdepan dalam hal komitmen memberikan bantuan dan upaya untuk mengatasi krisis di Jalur Gaza. Sejatinya warga Gaza membutuhkan bantuan berupa moril dan materil. Jangan biarkan mereka merasa sendirian dalam perjuangan mereka, jika badan kita tidak sampai kepada mereka untuk membantu secara langsung, buatlah harta dan doa-doa kita sampai kepada mereka, karena itulah yang mereka perlukan. Banyak ladang-ladang amal untuk kita tanam di Jalur Gaza dan akan menjadi saksi kelak di Hari Akhir bahwa kita turut dalam perjuangan mereka untuk membebaskan Al-Aqsha, membebaskan Al-Quds, membebaskan Palestina, tanah suci negerinya para nabi.
Semoga Al-Quds dan Palestina bisa segera terbebas dari Zionis Israel, sehingga impian warga Jalur Gaza untuk memasuki Masjid Al-Aqsha dalam keadaan terbebas dan shalat di dalamnya bisa terwujud. Aamiin.
Informasi tentang perkembangan Palestina khususnya Jalur Gaza bisa diakses salah satunya lewat @gazamedianet dan @muhammadhusein_gaza.